semPATA News | Banyak orang beralih kegiatan di bulan Ramadhan, bukan sebuah hal yang aneh di negeri ini. Negeri yang kaya akan penduduk ini ternyata mempu menjadikan Ramadhan sebagai bulan untuk perubahan sesaat (semoga tidak kembali/red). Coba anda perhatikan di sekitar anda ketika tiba-tiba masjid menjadi ramai, tiba-tiba pemerintah membuat kebijakan menutup tempat hiburan, tiba-tiba razia terus menerus dilakukan, tiba-tiba tayangan TV menjadi sangat relegius walaupun tetap membodohi, tiba-tiba orang menjadi alim, tiba-tiba semua orang bicara tentang pahala dan dosa, dan itu pasti (sebagaimana tahun yang lalu) hanya berlangsung sebulan, yakni bulan Ramadhan.
Dalam teks keagaman, ramadhan sering disebut sebagai sayyid al syuhur (penghulu bulan-bulan yang lain), syahrun al mubarak (bulan yang penuh berkah), syahrun al maghfirah (bulan pengampunan) dan syahrun al nuzul al Qur’an (bulan diturunkannya al Qur’an). Keagungan ramadhan ini menjadi harapan orang-orang yang beriman terhadap kehidupan spritual yang lebih baik pada masa depan. Semoga Ramadhan bulan ini sama sekali berbeda, bukan hanya sekedar ritual. Karena sesungguhnya Tuhan menurunkan syari’atnya melampui simbol-simbol. Ramadhan sebagai madrasah (sekolah) merupakan media peningkatan kualitas. Orang yang bersungguh-sungguh melaksanakan puasa, kehidupan intelektual, sosial dan spiritualnya akan berubah menjadi lebih baik.
Budaya Berpuasa
Puasa yang dalam bahasa arab dikenal dengan istilah shaum dibentuk dari kata dasar shama-yashumu-shauman yang bermakna imsak, yang berarti menahan. Puasa dengan makna ini hendak menjelaskan bahwa manusia berkecenderungan melampui batas, rakus dan tidak pernah puas, disinilah relevansinya syari’at berpuasa.
Puasa hakikatnya adalah jihad spritual (mujahadah), perjuangan melawan hawa nafsu (jihad al nafs). Sebuah proses menyucikan jiwa (tazkiyatun al nufus). Dan ini adalah perjuangan yang paling sulit dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang mampu menundukkan pasukan tentara dan jagoan kelas berat, namun amat jarang orang yang mampu mengalahkan dan menundukkan dirinya dalam bingkai syari’at. Rasulullah SAW pernah melukiskannya dalam sebuah hadits “Raja’na min al jihad al ashghar ila jihad al akbar.” (Kita baru saja kembali dari perang kecil (perang badar) dan akan segera berhadapan dengan perang besar (puasa/perang melawan hawa nafsu).
Negeri ini akan begitu indah jika kultur (budaya) berpuasa (shaum) terhadap harta benda dan kekuasaan menjadi budaya bangsa. Kita tidak akan lagi menemukan praktik korupsi di berbagai instansi baik di pusat maupun di daerah, eksekutif maupun legislatif. Andaipun ada orang yang mengumpulkan harta benda, semuanya dilakukan dalam rangka membantu orang-orang miskin serta memberdayakan orang-orang yang tidak mampu
Sejatinya, umat Islam harus memanfaatkan Ramadhan ini sebagai media untuk mengendalikan hawa nafsu yang tak terbatas terhadap harta dan kekuasan. Hal ini dapat dilakukan jika setiap muslim mampu menghayati proses ibadah Ramadhan. Detik-detik Ramadhan yang dilalui, harus selalu diberi makna. Akhirnya kitalah yang akan menentukan apakah Ramadhan kali ini hanya replikasi dari Ramadhan yang lalu atau tidak. Wallahu a’lam
Untuk entri yang lebih menarik silakan kunjungi Info Ramadhan
Dalam teks keagaman, ramadhan sering disebut sebagai sayyid al syuhur (penghulu bulan-bulan yang lain), syahrun al mubarak (bulan yang penuh berkah), syahrun al maghfirah (bulan pengampunan) dan syahrun al nuzul al Qur’an (bulan diturunkannya al Qur’an). Keagungan ramadhan ini menjadi harapan orang-orang yang beriman terhadap kehidupan spritual yang lebih baik pada masa depan. Semoga Ramadhan bulan ini sama sekali berbeda, bukan hanya sekedar ritual. Karena sesungguhnya Tuhan menurunkan syari’atnya melampui simbol-simbol. Ramadhan sebagai madrasah (sekolah) merupakan media peningkatan kualitas. Orang yang bersungguh-sungguh melaksanakan puasa, kehidupan intelektual, sosial dan spiritualnya akan berubah menjadi lebih baik.
Budaya Berpuasa
Puasa yang dalam bahasa arab dikenal dengan istilah shaum dibentuk dari kata dasar shama-yashumu-shauman yang bermakna imsak, yang berarti menahan. Puasa dengan makna ini hendak menjelaskan bahwa manusia berkecenderungan melampui batas, rakus dan tidak pernah puas, disinilah relevansinya syari’at berpuasa.
Puasa hakikatnya adalah jihad spritual (mujahadah), perjuangan melawan hawa nafsu (jihad al nafs). Sebuah proses menyucikan jiwa (tazkiyatun al nufus). Dan ini adalah perjuangan yang paling sulit dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang mampu menundukkan pasukan tentara dan jagoan kelas berat, namun amat jarang orang yang mampu mengalahkan dan menundukkan dirinya dalam bingkai syari’at. Rasulullah SAW pernah melukiskannya dalam sebuah hadits “Raja’na min al jihad al ashghar ila jihad al akbar.” (Kita baru saja kembali dari perang kecil (perang badar) dan akan segera berhadapan dengan perang besar (puasa/perang melawan hawa nafsu).
Negeri ini akan begitu indah jika kultur (budaya) berpuasa (shaum) terhadap harta benda dan kekuasaan menjadi budaya bangsa. Kita tidak akan lagi menemukan praktik korupsi di berbagai instansi baik di pusat maupun di daerah, eksekutif maupun legislatif. Andaipun ada orang yang mengumpulkan harta benda, semuanya dilakukan dalam rangka membantu orang-orang miskin serta memberdayakan orang-orang yang tidak mampu
Sejatinya, umat Islam harus memanfaatkan Ramadhan ini sebagai media untuk mengendalikan hawa nafsu yang tak terbatas terhadap harta dan kekuasan. Hal ini dapat dilakukan jika setiap muslim mampu menghayati proses ibadah Ramadhan. Detik-detik Ramadhan yang dilalui, harus selalu diberi makna. Akhirnya kitalah yang akan menentukan apakah Ramadhan kali ini hanya replikasi dari Ramadhan yang lalu atau tidak. Wallahu a’lam
Untuk entri yang lebih menarik silakan kunjungi Info Ramadhan
Comments
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Beserta URL Anda. Saya sarankan Tidak menggunakan Anonymous.